Di Indonesia, perkembangan kajian dan praktek ekonomi Islam juga mengalami kemajuan yang pesat. Kajian-kajian ekonomi Islam telah banyak diselenggarakan perguruan tinggi baik negeri maupun swasta. Perkembangan ekonomi Islam di Indonesia mulai mendapatkan momentum yang sangat berarti semenjak didirikannya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1992. Pada saat itu keberadaan sistem perbankan Islam memperoleh dasar hukum secara formal dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana yang telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Akan tetapi sesungguhnya geliat aksi maupun pemikiran ekonomi berdasarkan Islam di Indonesia, memiliki sejarah yang amat panjang. Sejarah mencatat, jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, pada tahun 1911 telah lahir organisasi Syarikat Dagang Islam yang dibidani oleh para entrepreneur dan para tokoh atau intelektual Muslim saat itu.
Dapatlah dikatakan perkembangan ekonomi Islam yang sangat marak dewasa ini merupakan cerminan dan kerinduan umat Islam Indonesia untuk berdagang, berinvestasi dan beraktivitas bisnis secara islami, sebagaimana yang telah diteladankan oleh Rasulullah Muhammad SAW.Komitmen dan dukungan Bank Indonesia dalam mengembangkan perbankan Islam di sisi lain merupakan jawaban atas gairah dan kerinduan ummat dan telah menjadi lokomotif bergeraknya pemikiran dan praktek ekonomi Islam di Indonesia secara signifikan.
Ketika krisis ekonomi terjadi di Indonesia yang berdampak terhadap goncangnya lembaga perbankan yang berakhir pada likuidasi sejumlah bank dan sebagian lagi di take over dengan bantuan BLBI, bank Islam malah terjadi sebaliknya semakin berkembang. Sejak tahun 1998, sistem perbankan Islam sebagai lokomotif gerakan ekonomi Islam di Indonesia, mencapai kemajuan dan pertumbuhan yang sangat pesat.
Namun demikian, sesuai dengan perkembangan ekonomi global dan semakin meningkatnya minat masyarakat terhadap ekonomi dan perbankan Islam, ekonomi Islam menghadapi tantangan-tantangan yang besar. Dalam usia yang masih muda tersebut setidaknya ada tiga tantangan besar yang dihadapi ekonomi Islam dalam konteks perkembangan dunia saat ini, pertama, ujian atas kredibiltas sistem ekonomi dan keuangannya, kedua, bagaimana ekonomi syari’ah bisa meningkatkan kesejahteraan umat dan dapat mengurangi kemiskinan dan pengangguran, dan ketiga, perangkat peraturan, hukum dan kebijakan, baik dalam skala nasional maupun internasional. Berkenaan dengan itu para ahli ekonomi Islam di Indonesia yang terdiri dari para akademisi dan praktisi telah membentuk organisasi Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) yang berdiri dan dideklarasikan pada tanggal 3 dan 4 Maret 2004 di Istana Wakil Presiden Republik Indonesia dalam momentum Konvensi Nasional Ahli Ekonomi Islam Indonesia.
Kelahiran organisasi ini dimaksudkan untuk membangun jaringan dan kerjasama dalam mengembangkan ekonomi Islam di Indonesia, baik secara akademis maupun secara praktik. Melalui organisasi IAEI ini diharapkan para ahli ekonomi Islam yang terdiri dari akademisi dan praktisi dapat bersinergi dalam mengembangkan aksi bersama, baik dalam menyelenggarakan kajian melalui forum-forum ilmiah, riset maupun dalam memperkenalkan sistem ekonomi Islam kepada masyarakat luas. Dengan sinergi itu juga, maka segala tantangan yang dihadapi dapat dipikirkan dan diberi solusinya secara bersama sehingga gerakannya bisa lebih signifikan untuk pembangunan ekonomi ummat.
Organisasi IAEI juga diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi pemerintah Republik Indonesia dalam melaksakan pembangunan. Sebab selama ini paradigma, konsep, teori dan model pembangunan ekonomi Indonesia masih didasarkan pada sistem ekonomi kapitalistik yang tidak sepenuhnya sesuai dengan kondisi perekonomian Indonesia.
Untuk mewujudkan tujuan-tujuan di atas, IAEI perlu memiliki pedoman dan aturan yang jelas dalam bentuk Anggran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART). Selain AD/ART, IAEI juga harus merumuskan dan menetapkan program kerja yang aplikatif secara prioritas. Demikian juga, IAEI sangat perlu merumuskan langkah-langkah stratregis dalam mengembangkan ekonomi Islam di Indonesia dalam bentuk blueprint pengembangan ekonomi Islam di Indoesia. Blueprint ini nantinya dapat disumbangkan kepada Pemerintah Republik Indonesia agar ekonomi Islam mendapat tempat dan perhatian yang sungguh-sungguh dari pemerintah. Untuk tahap awal, desakan para ahli ekonomi Islam adalah diterapkannya dual economic system di Indonesia. Tahap selanjutnya adalah mengupayakan terwujudnya sistem ekonomi syari’ah yang tunggal melalui kajian-kajian akademis dan sosialisasi yang terus-menerus. Harus diakui bahwa pengembangan ekonomi Islam di Indonesia merupakan bagian penting dari pembangunan ekonomi bangsa yang mayoritas Muslim, bukan sebuah gerakan eksklusif sebagaimana penilaian sebagian orang yang tak faham dengan karakteristik ekonomi syari’ah.
Dalam kerangka itulah digelar Muktamar Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia berskala nasional. Untuk lebih memaknai acara ini, dilaksanakan pula Seminar dan Simposium Internasional yang pelaksanaannya dirangkai dengan kegiatan Muktamar. Seminar ini dimaksudkan untuk membincangkan, menemukan dan menyegarkan kembali ingatan kita kepada peluang, tantangan, kendala, dan program aksi pengembangan ekonomi Islam ke depan. Pemikiran-pemikiran para ekonom Muslim ini diharapkan dapat berguna bagi perumusan blueprint dan program kerja IAEI ke depan.
Dengan demikian, Muktamar Ikatan Ahli Ekonomi Islam yang pertama kali ini, merupakan tonggak penting bagi sejarah perkembangan perekonomian syari’ah di Indonesia. Dikatakan paling penting dan bersejarah karena tiga alasan, pertama, karena dalam sejarah Indonesia, belum pernah dilaksanakan Muktamar para ahli dan praktisi ekonomi Islam yang melibatkan semua unsur penting dan terkait. Maka inilah momentumnya para ahli dan praktisi ekonomi Islam bermuktamar untuk kepentingan kemajuan ekonomi bangsa melalui ekonomi syari’ah. Kedua, karena muktamar ini merupakan forum silaturrahmi seluruh praktisi dan akademisi ekonomi syari’ah yang diharapkan menghasilkan sinergi yang kuat dan besar untuk mnggeser pendulum kapitalisme yang sekian lama mencengkramkann kukunya di bumi Indonesial. Ketiga, muktamar ini merupakan momentum yang akan melahirkan dan menghasilkan blueprint pengembangan ekonomi syari’ah di Indonesia , Anggaran Dasar dan Rumah Tangga.
Medan Sebagai Tuan Rumah
Satu hal yang perlu dicatat adalah bahwa Medan dipercaya sebagai tuan rumah penyelenggaraan perhelatan akbar dan paling bersejarah tersebut. Muktamar pertama yang akan dilaksanakan pada tanggal 18-19 September 2005 tersebut, tidak saja akan dihadiri para pakar ekonomi Islam Indonesia, praktisi ekonomi syari’ah dan para akademisi (Perguruan Tinggi) seluruh Indonesia, tetapi juga pakar-pakar ekonomi Islam ASEAN, Amerika Serikat, Eropa dan Timur Tengah, Bahkan Gubernur Sumut mengundang 20 negara Dunia Melayu Dunia Islam (DMDI) sebagai undangan. Lebih dari itu, Muktamar ini direncanakan akan dibuka langsung oleh Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono.
Penunjukan Medan sebagai tuan rumah pelaksanaan Muktamar Pertama, setidaknya disebabkan empat alasan penting. Pertama, Medan (Sumut) merupakan daerah yang paling awal mengembangkan kajian ekonomi syari’ah di Indonesia. Hal itu ditandai dengan kelahiran FKEBI (Forum Kajian Ekonomi dan Bank Islam) pada tahun 1990 yang dibidani Prof.Dr.H.M Yasir Nasution, Prof. Bahauddin Darus dan Prof. Subroto (USU), Amiur Nuruddin, dkk. Kelahiran FKEBI ini mendahului kehadiran Bank Mualamat sebagai Bank Syari’ah pertama di Indoneia. FKEBI, bukan saja lahir lebih awal, tetapi juga sangat aktif dan gigih mengembangkan dan mensosialisasikan ekonomi syari’ah. Simposiu,m Ekonomin Syari’ah yang digelar tahun 1993 bekerjasma dengan Uinversitas International Antar Bangsa Malaysia semakin memicu peran FKEBI dalam mengembangkan ekonomi syari’ah, sehingga sejak tahun 1996-1997 didirikan lima buah BPR Syari’ah di Sumatera, setelah terlebih dahulu menggelar beberapa training bank syari’ah untuk menyiapkan SDM perbankan syari’ah. Praktek ekonomi syariah ini disusul secara akademis dengan mendirikan Program D3 Manajemen Bank Syari’ah di IAIN tahun 1997, selanjutnya disusul dengan pembukaan Jusrusan S1 dan S2 Ekonomi Islam dengan mendatangkan para dosennya dari Malaysia, khususnya IIUM.
Kedua, Sumatera Utara merupakan satu-satunya daerah yang telah mencanangkan gerakan ekonomi syari’ah secara besar-besaran dan telah melaksanakannya selama tiga kali (tiga tahun ) secara berturut-turut. Pencanagan ini dilakukan oleh Gubernur Sumatera Utara T.Rizal Nurdin. Kegiatan pencanangan ekonomi syariah tertsebut merupakan tonggak penting dalam upaya mengembangkan dan sosialisasi ekonomi syari’ah kepada masyarakat luas. Dalam momentum pencanangan tersebut telah digelar beberapa kegiatan akbar, seperti : 1. pawai akbar belasan ribu masyarakat ekonomi syari’ah setiap 1 muharram, 2. pameran perdagangan dan ekonomi syari’ah selama 1 bulan di Medan Fair, 3. Seminar Internasional Dinar Dirham 4.Seminar Nasional Waqaf Produktif, 5. Peluncuran Buku Ekonomi dan Bank Syari’ah, 6. Tabligh akbar ekonomi syari’ah bersama A.Agym (2002) dan 7. Tabligh akbar ekonomi syari’ah K.H Ma’ruf Amin (2030, 8.Muzakarah 200 Ulama tentang Ekonomi Syari’ah di asrama haji Medan, 9. Pendirian Dewan Perdagangan Islam Sumatera Utara 10. Peresmian Badan Waqaf oleh Menteri Agama (2004), 11. Malam resepsi masyarakat ekonomi syari’ah dengan mengumpulkan dana waqaf dari para hartawan dan sekaligus peluncuran buku Waqaf Produktif. 11. Berbagai kegiatan lomba pidato ekonomi syari’ah, loma karya tulis tulis, dan banyak kegiatan-kegiatan akbar lainnya. Semarak pencanangan ekonomi syari’ah yang amat meriah tersebut merupakan kekhasan masyarakat Sumut dan bukti kepedulian dan keunggulan Sumut dari daerah lainnya. Karena itu tidak mengherankan jika cabang-cabang bank syari’ah di Sumut selalu lebih unggul dari cabang-cabang di daerah lain, seperti bank Muamalat. Penelitian Bank Indonesia (2003) juga menunjukkan bahwa tingkat pemahaman dan pengetahuan ummat Islam Sumut lebih tinggi dari daerah lain yang justru daerah basis Islam seperti Minang dan Aceh, Sumsel, Jawa Timur, dsb. Sumut juga adalah daerah yang tertinggi umat Islamnya yang berkeyakinan bunga bank itu haram, yaitu 59 %. Di banding Sumatera Barat yang hanya 20 %, Jawa Timur 31 %, Sulawesi Selatan 32 %, Jambi 50 %, DKI 45 %. Jawa Tengah 48%. (Penelitian BI 2000-2004) Berdasarkan hal itu, maka tidak salah apabila MUI baru-baru ini di Jakarta (Juli 2005) menganugerahkan Syari’ah Award kepada tokoh Sumatera Utara, Prof.Dr.M.Yasir Nasution, Rektor IAIN Sumatera Utara sebagai figur yang telah banyak berjasa mengembangkan ekonomi syari’ah di Sumatera Utara. BAZ Sumut juga baru-baru ini mendapatkan penghargaan dari BAZNAZ sebagai BAZ terbaik di Indonesia dalam tiga bidang, pengumpulan dana zakat (fundrising) , penyaluran (distribusi) dan profesionalisme manajemen.
Ketiga, pemerintah Sumatera Utara, khuusnya Gubernur T.Rizal Nurdin dan Assistennya Kasim Siyo sangat konsern dan memiliki komitmen yang tinggi dalam mengembangkan ekonomi syari’ah. Kasim Siyo misalnya tiga tahun bertutur-turut menjadi Ketua Umum Pencanangan Ekonomi Syari’ah. Karena itu di Medan dan sumatera Utara sejak awal telah banyak tumbuh bank-bank syari’ah, seperti Bank Muamalat, Bank Syari’ah Mandiri, BNI Syari’ah, Bank Sumut Syariah, Bank BRI Syari’ah, Asuransi Takaful dan MAA Life Syuri’ah, BPR Syari’ah, BMT, Badan Waqaf. Kini seluruh kotamadya dan ibukota kabupaten terdapat bank-bank syari’ah dsb, kecuali yang mayoritas non Muslim, seperti Nias dan Tarutung. Bukti kepedulian pempropsu kepada ekonomi syari’ah, terlihat nyata pada pembukaan unit syariah PT Bank Sumut dan dimasukkankannya biaya Muktamar Ekonomi Syari’ah dalam APBD Sumut 2005.
Keempat, Secara geografis Medan merupakan daerah strategis bagi kawasan Asia Tenggara. Forum muktamar ini dimaksudkan sebagai forum pertemuan pakar-pakar ekonomi Islam ASEAN, bahkan Gubernur mengundang 20 negara Dunia Melayu Dunia Islam. Medan relatif lebih dekat dengan Malaysia, Thailand, Singapura, Brunei dan gugusan Nusantara lannya.
Agenda Kegiatan Mukmatar
Dalam muktamar tersebut akan digelar dua kegiatan bertaraf internasional, yaitu Seminar dan Simposium. Kegiatan Seminar menampilkan para pakar ekonomi Islam dari Timur Tengah, Malaysia dan Amerika Serikat, sedangkan simposium akan menampilkan 32 pakar ekonomi Islam yang mengirimkan makalah dan terpilih menjadi penyaji pada simposium tersebut. Untuk kegiatan simposium ini panitia melakukan call paper kepada 165 ahli ekonomi Islam baik di Indonesia maupun Malaysia. Tawaran call paper juga kepada seluruh Perguruan Tinggi di Indonesia, khususnya fakultas dan jurusan ekonomi dan syari’ah
Dalam muktamar akan dibahas tiga hal penting, pertama bluprint pengembangan ekonomi syari’ah di Indonesia. Blueprint ini, nantinya akan diserahkan kepada Pemerintah Republik Indonesia agar dijadikan sebagai pedoman pembangunan ekonomi nasional. Kedua, membahas dan menetapkan AD/ART dan ketiga, menyusun program kerja dan memprioritisasinya.
Penutup
Kita berdo’a kepada Allah Swt, semoga acara ini sukses dan bermanfaat bagi kesejahteraan manusia semesta, baik kesejahteraan matrial maupun spiritual. Amin.
Ditulis oleh : Agustianto
(Penulis adalah Mahasiswa Program Doktor Ekonomi Islam UIN Jakarta)
0 Response to "Tonggak Kebangkitan Ekonomi Syari'ah"
Post a Comment