Universitas Trisakti
Abstract
Accounting has been known as a tool of management or investor to evaluate the performance of a company. The evaluation is need to decide whether the company is good for investmen or not. Accounting can only record the tangible wealth and measure the asset using the exchange value in monetary term. In fact Allah give us abundant of resourcess which are unable to measure either due to intangiblity or unmeasureble. The contemporary (capitalist/secular) accounting has been set to provide accounting information for the capitalists who want to accumulate wealth to the social welfare of them without any ethical and moral laden. In fact the result was bad for them, some investors and the public e.g. Enron scandal and other local corporate scandal e.g. Kimia Farma, Bank Mandiri. Islamic accounting could be an alternative to over come the lack of value laden in the conventional accounting.
Key worlds: capitalist economy, coprporatescanda;l, ethics, Islamic accounting
1. Pendahuluan
Akhir akhir ini kita menyaksikan betapa besarnya dampak dari skandal korporasi terhadap kerugian masyarakat yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan keahlian dalam membuat informasi akuntansi yang menyesatkan dan tidak benar untuk meraup keuntungan peribadi. Kerakusan manusia terhadap kekayaan dan keuntungan material lainnya membuat dia lupa kepada etika dan kepentingan umum yang pada akhirnya juga merugikan dirinya sendiri. Dalam berbagai professi khususnya dalam professi akuntan sebenarnya sudah memiliki etika professi namun etika itu dibangun atas dasar rasionalisme sekuler dan ternyata tidak mampu menghindari nafsu keserakahan manusia terhadap keuntungan material itu. Akuntansi sendiri dilahirkan untuk membantu kapitalis meraih keuntungan yang sebesar besarnya.
Informasi ini sangat terbatas pada kekayaan yang disentuh yang bernama harga dan hanya yang bersifat tangible. Kenyataannya kekayaan itu tidak hanya lahir dari proses transformasi dari yang ada ke yang berbentuk baru. Nilai dari kekayaan yang diambil dari sumber awalnya yang diciptakan Tuhan ternyata tidak masuk dalam harga pokok kekayaan sehingga ia sebenarnya underprice atau understated. Tulisan ini mencoba menguraikan besarnya nikmat Tuhan yang tidak dapat dihitung dan diharga oleh Akuntansi yang dinilai canggih ini dan dampak dari ketiadaan nilai moral dan etika tauhid didalamnya dalam menghindari penyalahgunaan professi itu dalam melakukan hal hal yang merugikan masyarakat.
2. Syukur, Nikmat dan keterbatasan Akuntansi
Dalam Alquran disebutkan “Lain syakartum laazidannakum”, jika kamu bersyukur Aku akan tambah dengan rahmat yang berlimpah kata Allah SWT. Setiap hari, rahmat Nya selalu kita nikmati baik sadar atau tidak sadar, bahkan mulai dari semua aspek kehidupan kita, dalam diri kita sendiri semua nikmat itu kita peroleh secara cuma cuma. Nikmat itu tidak akan bisa dinilai oleh kita sendiri termasuk oleh ilmu akuntansi yang sudah canggih, seperti dinyatakan oleh Allah SWT dalam Alquran Surat Ibrahaim ayat 34:
“Wa inta’uddu ni’mata Allohi la tahshuha, Innal insana ladzolumun kaffar” Dan jika kamu menghitung nikmat Allah itu tidaklah dapat kamu menghitungnya, sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari nikmat Allah.
Bagaimana dengan Akuntansi?. Neraca maupun Laporan Laba Rugi hanya mampu mencatat transaksi yang melibatkan uang dan belum mampu mencatat berbagai nikmat yang bersifat “intangible” seperti kemampuan intelektual, kualitas spiritual, moral, tingkat ketaqwaan. Bahkan nikmat nikmat yang tidak dijual seperti nyawa, udara, kesehatan, dan sumber alam lainnya yang disediakan Allah SWT secara cuma cuma tidak pernah masuk dalam buku jurnal maupun laporan keuangan akuntansi kapitalis. Padahal tanpa itu semua kita tidak bisa hidup bahkan tidak bisa bekerja, memproduksikan, dan berbisnis apapun. Mobil dan seluruh perangkatnya tidak akan bisa diproduksi tanpa besi, karet, kayu yang disediakan Tuhan cuma Cuma. Yang termasuk dalam perhitungan biaya produksi besi hanya biaya menambangnya, karet biaya menderes dan memprosesnya, kayu biaya menebangnya, bukan nilai besi yang terkandung dalam tanah itu, pohon karet dan kayu yang hidup dan tersedia sendiri dan besar dihutan tanpa keterlibatan manusia dan biaya sesenpun. Di Amerika dibuat tangan bionic dengan biaya US$ 7 Juta atau sekitar Rp. 70 milyar ini bisa menjadi angak proxy terhadap nilai tangan yang kita miliki bahkan lebih karena kecanggihan buatan Tuhan ini jauh lebih tinggi dari “bionic hand” tadi.
Sayangnya, nikmat Allah yang seharusnya diperuntukkan sebesar besarnya untuk kemakmuran masyarakat seperti sumber alam hutan seperti “illegal logging” yang bernilai trilyunan rupiah hanya dinikmati oleh sebahagian kecil masyarakat yaitu koruptor dan pejabat yang memberikan dan membantu proses penebangan itu. Sebahagian besar rakyat kita hanya menahan lapar dan air liur menyaksikan kemewahan di sana sini, dilayar televisi, dan didepan matanya tanpa ada daya upaya untuk mencegahnya.
Karena banyaknya nikmat Tuhan itu adalah wajar sekali jika kita sama sama memanjatkan syukur Alhamdulillah kehadirat Allah, kepada sang Pencipta, Maha Penyayang, yang telah dan akan memberikan kita nikmat dengan cuma cuma itu. Pada saat yang sama kita selalu ingat bahwa semua rahmat yang kita nikmati itu harus dan mau tidak mau akan kita pertanggungjawabkan nantinya dihadapan Allah SWT tanpa kecuali, dihadapan mahkamah yang maha adil bukan mahkamah yang bisa dibeli dengan uang dan bentuk sogokan lainnya seperti yang meraja lela di sekeliling kita. Semua nikmat yang kita nikmat sudah masuk dalam rekaman Nya. Dia adalah sang Maha Akuntan yang selalu mencatat semua nikmat dan semua tingkah laku kita baik ditempat sunyi, terang dan dimana saja. Tidak seperti jurnal dan laporan keuangan, Tuhan dalam mencatat semua kejadian tidak satupun luput dari jangkauannya.
3. Akuntansi Paripurna
Berdasarkan penuturan Allah dalam Alquran ternyata pengelolaan sistem jagad dan manajemen alam ini ternyata peran atau fungsi akuntansi sangat besar. Allah tidak membiarkan kita bebas tanpa monitoring dan objek pencatatan Allah. Allah memiliki akuntan malaikat (akuntansi ilahiyah) yang sangat canggih yaitu Rakib dan Atib, malaikat yang menuliskan/ menjurnal transaksi yang dilakukan manusia, yang menghasilkan buku/neraca yang disebut “Illiyin” (Laporan Amal Baik) dan “Sijjin” (Laporan Amal Buruk) yang nanti akan dilaporkan kepada kita (aktor, pelaku) di akhirat. Sehingga dalam proses pertanggungjawaban kita dihadapan Allah SWT kita sudah menerima laporan amal (activity reports) kita sebagai dasar menentukan apa yang kita terima “reward atau punishment” sebagai balasan dari prestasi (performance) yang kita capai pada masa kita didunia. Keberadaan ini dijelaskan dalam Alquran dalam berbagai ayat. Coba kita baca beberapa ayat Alquran sebagai berikut (Harahap, 2003):
Surat Al Zalzalah ayat 7-8:
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan sebesar zarrah pun niscaya dia akan melihatnya (7). Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan sebesar zarrah pun dia akan melihatnya (8)”.
Pembuktian cukup sah dan adil. Tidak ada pengacara yang bersilat lidah, mulut kaita tidak akan berbicara lagi, yang menjadi saksi adalah anggota badan kita sebagai pelaku perbuatan yang dilakukan. Dalam Alquran disebutkan bahwa manusia nanti akan tercengang, menagapa bisa semua kelakuan kita dapat direkam dan ditunjukkan kepada kita tanpa meninggalkan satu sub episode sekalipun.
Dalam Alquran surat Al Isra” 13 –14:
“Dan tiap tiap manusia itu telah kami catatkan (tetapkan) amal perbuatannya pada lehernya dan kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang dijumpainya terbuka. Bacalah kitabmu sukupalh dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghitung terhadap amalmu”. Kemudian ayat 71 disebutkan: “Ingatlah suatu hari yang dihari itu kami panggil tiap ummat dengan pemimpinnya dan barang siapa yang diberikan yang diberikan kitab amalanya ditangan kanannya maka mereka ini akan membaca kitabnya itu dan mereka tidak dianiaya sedikitpun.
Kemudian dalam surat Alkahfi 49:
Dan diletakka kitab lalu kamu akan melihat orang orang yang bersalah ketakutan terhadap apa yang tertulis didalamnya dan mereka berkata “Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak pula yang besar, melainkan ia mecatat semuanya dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada tertulis. Dan Tuhanmu tidak menganiaya sedikitpun. Lihat juga surat Al Mu’minun 62.
Dalam Alquran surat Al Qamar 52-53:
Dan segala sesuatu yang telah mereka perbuat tercatat dalam buku buku catatan. Dan segala urusan yang kecil maupun yang besar adalah tertulis.
Dalam Alquran surat Al Muthaffifin 7-9, 18 – 21:
Sekali sekali jangan curang karena sesungguhnya kitab orang yang durhaka tersimpan dalam sijjin (yaitu nama kitan tempat mencatat segala perbuatan orang orang durhaka). Tahukah kamu apakah sijjin itu? Ialah kitab yang tertulis. … sekali sekali tidak Sesungguhnya kitab orang orang berbakti itu tersimpan dalam Illiyyin (Buku tempat mencatat segala perbuatan orang orang yang berbakti). Tahukah kamu apakah Illiyyin itu? Yaitu kitab yang tertulis.
Dalam Alquran surat An Nabaa’ 29:
Padahal sesungguhnya bagi kamu ada malaikat malaikat yang mengawasi pekerjaanmu, yang mulia disisi Allah dan yang mencatat pekerjaan pekerjaanmu itu, mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Infithar 10-12)
Akuntansi kapitalis yang kita pelajari selama ini hanya mencatat kejadian yang melibatkan uang bahkan yang bersifat timbal balik saja dan tidak mampu mencatat secara mendetail transaksi lain yang bahkan penting karena mendasari semua transaski keuangan tadi.
Bersambung ke Bagian 2 ...
0 Response to "Pentingnya Unsur Etika dalam Profesi Akuntan dan Bagaimana di Indonesia? ( Bagian 1 )"
Post a Comment