Skandal besar dalam dunia bisnis belakangan ini yang mempengaruhi industri keuangan, pasar modal, investor, professi dan karyawan menurut Bazerman et.al (2002) tidak lepas dari tindakan korupsi, kriminalitas dari akuntan yang tidak memiliki etika yang memalsukan angka, melakukan penyelewengan untuk kepentingan pribadi dan kliennya. Keadaan ini sedikit banyaknya tidak bisa lepas dari kurangnya komitmen para akuntan dalam melaksanakan konsep etika professi yang dimilikinya dalam membantu operasional bisnis. Ini membuktikan bahwa Professi akuntan yang tidak memiliki elemen etika dalam professinya maka professi itu bukan saya tidak perlu bahkan bisa merugikan kepentingan publik yang seharusnya dilindunginya.
Pada hal kita ketahui bahwa pada awalnya professi akuntan ini diharapkan menjadi bagian dari penjaga kepentingan publik yang memberikan jasanya dalam pemberian informasi sekaligus menguji informasi sehingga informasi yang diberikan kepada publik benar benar informasi yang akurat, benar dan dapat dimanfaatkan dalam proses pengambilan keputusan yang sangat penting dalam kehidupan sehari hari khususnya dalam dunia ekonomi dan bisnis.
Secara normatif Akuntansi memiliki peranan yang sangat sentral dan luhur dalam membantu lancarnya kegiatan ekonomi dan penciptaan kesejahteraan sosial. Akuntansi membantu pihak yang tidak bisa akses langsung pada kegiatan operasional entitas untuk mengetahui informasi mengenai aspek ekonomis yang dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan misalnya dalam hal pemberian kredit, pilihan investasi atau hal lainnya (Trueblood Committee, AICPA, 1974, APB Statement No 4, AICPA, 1970 ). Dalam proses pengambilan keputusan kualitas informasi ini harus akurat, benar, jujur, dan relevan. Jika informasi salah maka keputusan dapat dipastikan akan salah juga.
Untuk itulah maka dalam proses akuntansi penyajian laporan keuangan merupakan tanggungjawab manajemen selaku pemegang amanah yang juga diharapkan memiliki etika dan moral yang baik. Karena pentingnya kualitas informasi ini maka masyarakat membutuhkan profesi khusus untuk memeriksa kebenaran informasi yang disajikan itu agar pembaca tidak dirugikan. Itulah yang kita kenal dengan professi Akuntan Publik. Bambang Sudibyo (2001) bahkan menilai bahwa auditor selaku pemeriksa Laporan Keuangan itu memiliki social contract dengan masyarakat untuk menjaga kepentingannya dari berbagai tindakan yang merugikannya. Untuk itulah maka Manajemen dan Auditor harus memiliki integritas dan kualitas pribadi yang kukuh dan memiliki etika yang dapat menjaga kepentingan publik. Menurut para filosof teori kontrak sosial kegagalan yang terus menerus untuk memenuhi kontrak sosial itu lambat atau cepat akan menimbulkan dicabutnya hak hidup professi itu melalui proses sosial yang akan menyakitkan professi (Sudibyo, 2001).
Akuntansi dengan bantuan ilmu pengetahuan memiliki kekuatan nyata untuk menciptakan tatanan sosial dan ekonomi yang disebut masyarakat kapitalis (Triyuwono, 2000). Ilmu pengetahuan, kapitalisme dan teknologi merupakan tiga pilar yang membawa perubahan radikal dalam kemajuan material masyarakat dunia sebagaimana yang kita nikmati saat ini. Akuntansi merupakan informasi angka atau kuantitatif yang dapat mempengaruhi perilaku individu dan sosial. Angka sudah menjadi alat penting dalam kehidupan manusia, Phytagoras misalnya mengemukakan: “Segala sesuatu yang ada dapat diterangkan atas dasar angka, bilangan”. Akuntansi memberikan informasi tentang uang, angka atau bilangan yang dapat mempengaruhi perilaku manajemen dan pemakainya, sehingga Somersat Maugham menilai:
“Uang adalah indera keenam, tanpa uang, anda tidak dapat menikmati kelima indera yang lain. Tidak mempunyai uang adalah suatu cara untuk mati”. (Bahm, 2003:93)
Kemudian argumen ini dalam teori akuntansi disebut sebagai tesis Sombartt (Riahi-Belkaoui, 2000:12) dia menyatakan:
“Transformasi kekayaan menjadi nilai abstrak dan dalam bentuk angka yang menggambarkan hasil perusahaan dari sistem tatabuku berpasangan menjadikan para pengusaha mampu merencanakan, melaksanakan, mengukur pengaruh kegiatannya dan kemudian pemisahan milik sendiri dan perusahaan dapat menilai perkembangan perusahaan.”
Kata orang Medan “hepeng do na mangatur negara on” uang yang mengatur segalanya. Laporan keuangan disusun oleh manajemen yang dianggap sebagai orang jujur, disusun berdasarkan standar akuntansi melalui proses yang telah disepakati, kemudian diaudit oleh orang yang memiliki kualifikasi khusus dan memiliki etika professi. Laporan keuangan ini juga dibaca oleh analis yang sudah memahami akuntansi. Menurut proses ini pertahanan berlapis cukup banyak namun kenyataannya imej akuntansi masih terus ternoda bahkan ada kecenderungan semakin lama semakin ternoda. Profesi akuntansi dinilai telah ikut melakukan upaya yang merugikan masyarakat melalui fungsi yang dimilikinya. Laporan keuangan yang diaudit dan disaksikan kebenaranya sebahagian ternyata yang terjadi adalah sebaliknya. Laporan keuangan yang dinyatakan memiliki posisi keuangan baik ternyata beberapa hari kemudian bisa dinyatakan bangkrut. Bahkan dalam berbagai kasus baik internasional maupun nasional, praktik Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) justru dijustifikasi oleh pekerjaan akuntan dari berbagai laporan dan hasil audit yang dilakukannya.
5. Dekadensi Moral dikalangan Professi
Keadaan ini bisa terjadi disebabkan oleh karena lemahnya komitmen etika para akuntan, manajemen, analis dalam melaksanakan professinya atau karena sifat idiologi kapitalisme yang mendasari professi akuntan atau manajemen itu sendiri. Kemajuan material yang diciptakan melalui kegiatan ekonomi dan bisnis berdasarkan idiologi kapitalisme itu ternyata juga menjauhkan manusia dari hal hal yang berbasis nilai dan abstrak. Masyarakat menjadi tergiur dengan kenikmatan materi sehingga melupakan hal hal yang transedental, nilai nilai moral, ukuran baik dan buruk, benar dan salah yang merupakan bidang etika dan agama. Etika dan agama menjadi sekunder bahkan ditempatkan dilemari dan disimpan dan hanya dipakai pada saat peristiwa kelahiran, pernikahan dan kematian. Akhiratpun dilupakan pertanggungjawaban pun dimanipulasi, keberadaan akhirat tidak diyakini dan akhirnya Tuhanpun dianggap sudah mati (nihilisme) atau minimal sudah saatnya istirahat karena manusia dianggapnya sudah mampu hidup dengan kemampuan sendiri.
Kematian dan ketidak percayaan pada eksistensi Tuhan dan kemajuan metafisika Barat yang digambarkan dalam kemajuan ilmu dan teknologi sekuler telah menyudutkan manusia dan sering brutal kepada manusia sebagai objek dan manusia menjadi tergantung kepadanya. Vattimo berpendapat:
“Humanisme berada dalam krisis karena kematian Tuhan dan kemunduran metafisika yang beriringan; secara cukup paradoksal, krisis humanisme telah terjadi karena humanitas telah menggantikan Tuhan di pusat jagat raya”. (Vattimo 2003:21)
Sikap inilah yang menimbulkan ketidak nyamanan dunia ini dimana mana, kriminal, perceraian, gempa bumi, bencana alam, perkelahian, peperangan, kerusakan alam, ketidak harmonisan, penyakit semuanya semakin meningkat dengan kualitas dan intensitas yang semakin canggih.
Menurut penulis etika dan idiologi kapitalisme merupakan dua hal yang berseberangan, bukan saling mendukung. Keduanya seperti air dengan minyak. Satu pihak membuat ukuran baik dan buruk sedangkan pihak lain tidak memiliki nilai baik buruk. Yang ada hanya bagaimana supaya kekayaan dan keuntungan yang diperolehnya lebih besar dan tidak perlu dipertanyakan apakah dalam proses mendapatkannya dilakukan dengan halal atau haram seperti menurut kriteria agama. Oleh karena itu kita tidak heran bahwa sering disebutkan bahwa akuntansi sebagai bagian dari alat membantu mendapatkan harta dan keuntungan material adalah bebas nilai dalam arti tidak mengenal baik dan buruk. Bahkan menurut Friedman & Friedman (1979) sepanjang suatu entitas bisnis mampu memberikan keuntungan dengan cara yang ditempuhnya maka dapat dikatakan lembaga itu telah memenuhi tanggungjawab sosialnya. Tidak perlu dinilai apakah entitas itu menerapkan nilai etika atau tidak.
Akuntansi konvensional sebagai bagian dari idiologi kapitalisme yang lahir dari struktur dan format kapitalis adalah merupakan alat dan perangkat ilmu, teknik atau professi yang menopang idiologi kapitalisme. Akuntansi memberikan informasi untuk membantu kapitalis berapa jumlah kekayaannya berapa pertambahannya, bagaimana sebaiknya kekayaannya dimanaj, diakkumulasi dan dilipatgandakannya. Kapitalis bersama semua entitas pendukungnya bekerjasama dengan intelektual mencoba merumuskan berbagai formula, indicator dan bahasa untuk mengakumulasi kekayaan tadi dalam dirinya dengan berbagai cara yang dimungkinkan tentu sesuai dan dalam batas batas UU dan peraturan yang dibuat berkolaborasi dengan elite politik. Akuntansi dan kapitalisme adalah seperti ranting dan cabang keduanya saling mendukung untuk mengumpulkan kekayaan dalam diri kapitalis.
Keadaan dunia yang semakin diwarnai ketidaknyamanan, ketidakadilan, banyaknya ketimpangan sosial, degradasi alam, mundurnya etika dan moral, gap yang melebar antara kaya miskin, semakin banyaknya kemiskinan dan sebagainya menyebabkan berbagai pihak seperti neososialis, humanis, kaum agamawan, Islam mencoba membeberkan berbagai permasalahan yang terkandung dalam kapitalisme dan juga akuntansi kaptalisme ini.
Bersambung ke Bagian 3 ...
0 Response to "Pentingnya Unsur Etika dalam Profesi Akuntan dan Bagaimana di Indonesia? ( Bagian 2 )"
Post a Comment