6.1. Karl Marx
Karl Marx mengkritik akuntansi sebagai bagian dari idiologi kapitalis yang dijadikan alat untuk melegitimasi keadaan dan struktur sosial ekonomi dan politik kaptialis. Akuntansi kapitalis dinilai hanya sebagai bentuk kesadaran palsu yang memistikkan. Akuntansi dituduh bukan memberikan informasi yang benar tentang hubungan sosial yang harmonis, ia hanya membungkus kepentingan ekonominya dalam simbol efisiensi, laba rugi, produktivitas dan sebagainya (Harahap, 1993).
6.2. Kritik Lev tentang Akuntansi
Salah seorang yang sangat kritis terhadap akuntansi konvensional, Baruch Lev (Harahap, 2001) dari New York University mengatakan bahwa akuntansi ini adalah bagian dari Luca Pacioli era tahun 1400 an. Menurut Lev akuntan bukan “a good eyesight”. Lensa lama tidak akan bisa melihat situasi ekonomi baru. Apalagi jika ingin melaporkan hal hal yang berkaitan dengan aktiva tidak berwujud yang marak saat ini seperti: kekayaan berupa ide, merek, cara kerja, goodwill, franchises. Pegawai tidak mengetahui secara akurat berapa sebenarnya kontribusi mereka terhadap perusahaan. Demikian juga bagaimana menilai perusahaan DOTCOM atau perusahaan internet atau aktiva atau perusahaan knowledge based lainnya. Karenanya menurut beliau perlu pemikiran kembali terhadap prinsip akuntansi dan keuangan yang menekankan pada tangible asset ini. John Kendrick seorang ekonom mengungkapkan bahwa yang menggerakkan ekonomi Amerika sejak tahun 1900 an adalah kenaikan nilai intangible asset ini. Pada tahun 1929 rasio modal intangible business dengan modal tangible business adalah 30 : 70 dan pada tahun 1990 sudah menjadi 63: 37. Suatu kenaikan modal intangible business yang cukup spektakuler. Berdasarkan situasi ini maka jika akuntansi masih tetap pada “old law of accounting” maka akuntansi bisa bernasib seperti dinosaurus, mati pelan pelan dan hanya tinggal nama, atau mungkin hanya hiasan dimuseum saja, dan tidak dipakai lagi oleh masyarakat.
6.3. Riahi-Belkaoui
Menurut Belkaoui (1989) dalam: “The Coming Crisis in Accounting” krisis akuntansi muncul karena: (1). Profesi Akuntan, mengalami “proletarization of accountant”, di USA terjadi penurunan remunerasi, jumlah tenaga kerja dan pengurangan jasa akuntan/auditing. (2). Banyak tindakan kecurangan yang dilakukan korporasi maupun fraud yang melibatkan akuntan (3). Menurunnya workload dalam proses akuntansi, karena kemajuan komputer. (4) Iklim organisasi di kantor akuntan tidak kondusif. Kantor akuntan hanya sebagai batu loncatan untuk memasuki dunia bisnis lain yang lebih menggiurkan. (5). Dalam produksi ilmu pengetahuan dalam akuntansi terjadi gap antara hasil proses ilmu pengetahuan dari proses akademik tidak “match” dengan kebutuhan dunia praktek.
6.4. Bazerman
Menurut Bazerman (2002) akuntan itu memiliki unconscious bias, sesuatu bias yang terjadi tanpa disadarinya disebabkan adanya “self serving bias”. Self serving bias ini muncul disebabkan enam faktor psikis: (1) Ambiguity dari ilmu akuntansi karena banyaknya persoalan yang memerlukan pertimbangan dan kebijakan subjektif, (2) Attachement, terhadap kepentingan nasabah karena akuntan ditunjuk dan dibayar oleh perusahaan (3) Approval, di mana akuntan selalu cenderung menerima dan menyetujui judgment perusahaan (4) Familiarity merupakan sifat dimana kita lebih mengutamakan membela kenalan daripada orang asing yang belum dikenal. (5) Discounting di mana orang cenderung merepons akibat yang akan muncul segera dan menunda risiko yang masih lama (6) Escalation merupakan kecenderungan untuk menyembunyikan atau mengabaikan hal hal yang bersifat minor, pada akhirnya auditor ikut menerima laporan keuangan yang disusun oleh manajemen.
6.5. Albrecht dan Sack
Albrecht dan Sack (2000) melakukan penelitian yang sangat intens tentang nasib pendidikan akuntansi di USA dan mereka menyimpulkan bahwa professi ini tengah mengalami bahaya disebabkan 3 faktor (hal.1):
1. Jumlah dan kualitas mahasiswa yang memilih jurusan akuntansi menurun secara drastis. Mereka menganggap professi ini tidak bernilai tinggi lagi dalam bekerja di dunia bisnis.
2. Praktisi dan akademisi akuntansi yang ingin melanjutkan studi memilih jurusan yang bukan akuntansi.
3. Tokoh akuntan dan praktisinya menyatakan bahwa pendidikan akuntansi yang sekarang sudah kuno dan perlu dirubah secara signifikan.
Memang situasi ini belum memasuki profesi di Tanah Air tetapi biasanya gelombangnya akan merambah praktisi di negara lain karena sektor ekonomi dan bisnis dikuasai oleh Amerika.
6.6. Akuntansi, UKM dan Dunia Ketiga
Desain dari akuntansi yang saat ini dikenal dan diajarkan di Perguruan Tinggi lebih banyak untuk kepentingan perusahaan besar dan yang terdaftar di pasar modal. Padahal sekitar 80 % perusahaan banyak tergolong perusahaan kecil dan tidak terdaftar di pasar modal sehingga akuntansinya juga mestinya berbeda. Salah seorang yang bergelut dengan sektor usaha kecil dan koperasi Thoby Mutis menyatakan betapa Akuntansi konvensional tidak bisa diandalkan untuk membantu perusahaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dan perusahaan yang tidak terdaftar di pasar modal. Basri (2005) menekankan btapa pentingnya didesaain akuntansi untuk perusahaan kecil.
7. Etika Professi
Etika atau norma moral adalah aturan mengenai sikap perilaku dan tindakan manusia sebagai manusia yang hidup bermasyarakat (Satyanugraha, 2003). Bisa juga sebagai seperangkat prinsip moral yang membedakan yang baik dari yang buruk ((Beekum, 1997). Dalam kehidupan bermasyarakat artinya kita tidak hidup sendiri maka harus ada aturan yang dilaksanakan setiap orang agar kehidupan bermasyarakat berjalan dengan aman, nikmat dan harmonis. Tanpa aturan ini maka kehidupan akan bisa seperti neraka, atau seperti di rimba yang kuat akan menang yang lemah akan tertindas. Keadaan ini memang tidak kita inginkan semua pihak. Jika professi akuntan ingin survive maka dia harus meningkatkan aspek etikanya dan penegakan kode etik professi baik dalam kurikulum mapupun dalam menjalankan professinya.
IAI Kompartemen Akuntan Publik sudah memiliki etika professi dan mewajibkan aturan etika itu diterapkan oleh anggota IAI KAP. Dalam etika itu disebutkan bahwa akuntan harus mempertahankan sikap independent tidak boleh dipengaruhi pleh kepentingan apapun kecuali etika professi, menjaga integritas dan objektivitas, menerapkan semua prinsip dan standar akuntansi yang ada serta memiliki tanggungjawab moral kepada professi, kolega, klien dan masyarakat. Kendatipun etika ini sudah ada sudah dipelajari di bangku kuliah namun berbagai skandal professi di tanah air masih saja ada. Indonesia terkenal dengan juara korupsi setiap tahun. Di beberapa koran kita membaca berbagai temuan dan skandal keuangan. Dalam kehidupan kita sehari hari kita mengalami korupsi dan penyalahgunaan wewenang yang langsung atau tidak langsung ikut dibantu oleh akuntan, sehingga penerapan etika itu kita nilai tidak efektif.
8 Alternatif Akuntansi Konvensional
Selama ini banyak pendapat yang mengangggap etika cukup didefiniskan oleh ratio manusia (Satyanugraha, 2003) tanpa mengacu pada hal yang lebih transedental atau metafisik. Paradigmna ini bisa kita saksikan betapa kuatnya nilai nilai etika di Barat namun masih saja banyak kita dengar skandal demi skandal muncul dalam intensitas dan kompleksitas yang semakin canggih. Etika sekular itu tidak mampu mengerem egoisme manusia dalam memperjuangkan kepentingan pribadinya dan mengabaikan kepentingan masyarakat.
Oleh karena itu sudah banyak pemikir yang mencoba memberikan alternatif akuntansi. Hayashi (1989) misalnya mengemukakan beberapa school of thought paradigma baru misalnya: British Critical Accounting School, Political economy of accounting, Hopwood’s alternative accounting theory, Gambling’s Societal accounting. Di pihak lain Triyuwono (2000) membentangkan beberapa pemikiran akuntansi yang berada di luar mainstream yang dilandasi system klasik Amerika misalnya: Paradigma interpretif yang dimotori Preston, 1986, Paradigma kritikal yang disponsori Tinker, 1984, 1988, Tinker, Merino, dan Neimark, 1982, dan paradigma Pascamodernisme yang disampaikan oleh Arrington dan Francis, 1989, Rasyid, 1995, Triyuwono, 1998. Dalam diri disiplin akuntansi konvensional itu sendiri lahir beberapa konsep yang keluar dari mainstreamnya seperti munculnya Socio - economic accounting, environmental accounting, employee reporting, human resources accounting, value added reporting, Islamic accounting dan current cost accounting (Belkaoui, 1984, Harahap, 2003). Sedangkan dalam bidang ekonomi banyak pemikir yang sudah memberikan jalan alternatif misalnya MA Choudhury (1997) Umer Chapra (1992, 2000), MA Manan (2000) dengan Ekonomi Syariahnya, dari Kristen Ashford dan Shakespeare (1999) dengan Binary Economicsnya, dari Buddha EF Schumacher dengan motto dan judul bukunyanya Small is beautiful.
Agama khususnya Islam datang dengan sistem nilai yang komprehensif dan terpadu. Dia bukan hanya mengatur urusan dunia tapi juga jauh kedepan urusan masa depan yang kita semua terpaksa akan menuju kesana yaitu akhirat yaitu hari pengadilan. Islam juga mengatur tentang aspek dan nilai dari professi akuntan. Islam menginginkan agar Akuntansi tidak hanya memikirkan kepentingan kapitalis saja, tidak juga hanya berfikir dunia, tetapi dia juga harus bisa menghantarkan semua pihak baik manajemen, karyawan, inverstor, analis dan akuntan menuju keselamatan dan kemenangan dunia dan kairat (alfalaah). Akunatnsi itu saat ini yang sudah mulai berkembang dan dipraktekkan di berbagai lembaga bisnis Islami.
9. Kesimpulan
Situasi professi baik di tingkat internasional dan nasional menunjukkan betapa pentingnya etika dalam professi akuntan yang merupakan professi kepercayaan masyarakat ini. Tanpa ruh etika dalam diri akuntan maka akan menimbulkan bencana besar bagi ekonomi dan kemanuasiaan. Menurut penulis Etika professi harus mengacu pada ketuhanan bukan lepas seperti halnya faham sekuler. Etika yang diperkuat oleh keyakinan kepada agama dan Tuhan diharapkan agar tingkat moralitas seorang manusia akan semakin tinggi dan berlapis. Hal ini diharapkan agar kemampuan manusia menjaga intergitas pribadi dan professinya semakin kuat. Akuntansi yang selama ini hanya berdasar pada etika sekular ternyata tidak mampu menahan kerakusan ego dan individu yang ingin mencapai kepuasaan material yang tak terbatas itu. Akuntansi Ilahiyah ternyata tidak hanya mencata aspek uang saja tetapi juga aspek amal yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari setiap transaksi uang.
Kalau ini menjadi pegangan kita maka seharusnya kurikulum pendidikan akuntansi harus bisa melahirkan akuntan akuntan yang berakhlak mulia, beretika, dan harus memiliki komitmen yang kuat untuk terus mepertahankan kejujuran, integritas professi. Di Amerika sendiri dengan munculnya skandal ENRON maka regulator mengeluarkan Sarbones Oxley Act yang mencoba meningkatkan kepercayaan publik kepada professi akuntan. Sehingga kurikulum akuntan menyesuaikan kurikulumnya dengan tuntutan itu. Apakah saat ini kurikulum akuntan di Indonesia sudah memenuhi persyaratan itu?
Dan sebenarnya hal ini sesuai dengan kepribadian dan sifat bangsa kita yang religius yang dilandasi oleh filsafat Ketuhanan yang Maha Esa. Negara kita memang bukan negara agama tapi jauh lebih dari itu karena negara kita sesuai UUD 1945 adalah negara yang lahir berdasarkan rahmat Tuhan yang Maha Esa dan berdasar pada Ketuhaanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu sebagai lembaga pendidikan, sebagai alumni sebagai masyarakat wajar kita di Indonesia membangun professi yang “value laden”, yang berbasis nilai etika dan nilai transedental.
Kita wajib menjaga agar professi akuntan di Tanah Air ini tetap terjaga eksistensinya, mutunya, pelayanannya dan menjaga kepentingan masyarakat dengan membungkusnya dengan nilai etika yang kokoh, sehingga keberadaan professi ini tidak hanya untuk kepentingan orang seorang apalagi kepentingan kapitalis. Dengan upaya inilah kita dapat memelihara eksistensi professi dan memelihara keamanan sistem ekonomi dan sosial dalam masyarakat kita. Jika ini bisa kita laksanakan maka kontrak sosial yang tidak tertulis antara professi akuntan dengan masyarakat akan tetap terjaga dan tidak akan runtuh dengan ulah mereka yang tidak memiliki etika dan tidak menghargai dan memlihara eksistensi dan ruh etika ini dalam professi kita. Dan professi ini akan membawa kita ke sorga bukan sebaliknya membawa kita ke neraka.
Habis
1 Response to "Pentingnya Unsur Etika dalam Profesi Akuntan dan Bagaimana di Indonesia? ( Bagian 3 )"
ulasan yang bagus, maju terus profesi akuntan indonesia
Post a Comment