Suatu tax treaty pada dasarnya mencakup subjek pajak dua negara yang melaksanakannya. Dalam situasi tertentu, diperlukan kepastian bahwa suatu jenis penghasilan memang milik subjek pajak dari salah satu negara yang bersangkutan, yang lazim disebut dengan beneficial owner.
Penegasan agar penghasilan tersebut dapat dikenai pajak di negara sumber sesuai dengan ketentuan dalam tax treaty, mencakup dua hal, yaitu yang menerima penghasilan dimaksud adalah subjek pajak dari negara domisili, dan yang bersangkutan memang benar-benar yang memiliki penghasilan tersebut.
Penerapan dari beneficial owner ini dilakukan terhadap pembayaran bunga, royalti dan dividen. Apabila penghasilan tersebut dibayar kepada wajib pajak yang berdomisili di negara yang mempunyai tax treaty, maka pengenaan pajak di negara sumber tidak sepenuhnya sesuai dengan ketentuan undang-undang domestik, tetapi dibatasi oleh ketentuan sebagaimana diatur di dalam treaty yang bersangkutan.
Namun demikian, tidak berarti bahwa apabila penghasilan tersebut diterima oleh subjek pajak negara treaty partner lalu dengan sendirinya pengenaan pajaknya di negara sumber mengikuti treaty.
Dalam kaitannya dengan rumusan di dalam Treaty Model yang berbunyi "paid to a resident....." masih perlu ditambah dengan syarat bahwa subjek pajak tersebut adalah beneficial owner dari penghasilan dimaksud.
Dalam penjelasan Artikel 11, OECD Model menyebutkan bahwa conduit companies tidak dapat dianggap sebagai beneficial owner. Selanjutnya Commentary dari OECD menjelaskan istilah beneficial owner tidak boleh diartikan secara sempit, tetapi harus diartikan dalam konteks tujuan dari tax treaty yaitu mencegah terjadinya pengenaan pajak berganda. Commentary tersebut masih belum memberikan gambaran jelas dari istilah tersebut.
International Tax Glossary, (IBFD Publication BV) memberi definisi beneficial owner adalah orang yang memang berhak menikmati suatu aktiva. Jadi apabila seseorang atau badan secara hukum pemilik suatu aktiva, belum tentu yang bersangkutan adalah beneficial owner dari aktiva tersebut.
Vogel, dalam bukunya On Double Taxation Conventions, 1977, halaman 561-562, mengatakan treaty benefits seharusnya tidak diberikan kepada orang atau badan yang secara formal berhak atas dividen, royalty dan bunga, melainkan kepada orang atau badan yang menjadi pemegang "real" title. Dalam hal ini maka harus diterapkan prinsip "substance over form". Masalah "substance" atas hak untuk menerima suatu penghasilan mengandung dua aspek, yaitu:
hak untuk menentukan apakah hasil tersebut direalisasikan atau tidak, yang dalam hal ini menyangkut apakah kekayaan atau aktiva dimaksud akan digunakan atau disediakan untuk digunakan, hak untuk menggunakan hasil dimaksud.
Jadi dapat dikatakan "beneficial owner", menurut Vogel, adalah, mereka yang bebas untuk menentukan: apakah kekayaan atau aktiva lainnya harus digunakan atau disediakan untuk digunakan oleh orang lain; atau bagaimana hasil dari kekayaan tersebut akan digunakan; atau ke dua hal yang disebutkan di muka.
Uraian di atas menunjukkan bahwa Vogel melihat masalah "control" merupakan faktor utama untuk menentukan "beneficial owner".
Charl P.du Toit, dalam bukunya yang berjudul Beneficial Ownership of Royalties in Bilateral Tax Treaties, halaman 91, mengatakan pendekatan yang diberikan Vogel tidak selalu dapat diterapkan karena kesulitan akan timbul jika pihak yang melakukan"control" berbeda dengan pihak yang menikmati. Contoh yang paling tepat untuk ini adalah apa yang disebut "trust".
Istilah "trust" adalah suatu legal arrangement antara pemilik properti (atau aktiva lain) - biasa disebut the settlor, yang memindahkan miliknya tersebut kepada - the trustee - yang wajib memegang dan menguasainya sesuai dengan instruksi dari the trustee, yang hasilnya akan dinikmati oleh orang-orang yang ditunjuk (the beneficiaries).
Misalkan suatu trustee ditunjuk mengelola aktiva, yang terdiri antara lain berupa intellectual property. Dalam pengelolaannya trustee tersebut memberikan hak mempergunakan intellectual property dimaksud kepada perusahaan di negara lain dan untuk itu pemakai hak tersebut membayar royalti.
Misalkan negara trustee berada dan negara pemakai hak berdomisili berlaku tax treaty maka persoalannya adalah apakah pengenaan pajak atas royalty yang dibayarkan kepada trustee tersebut memenuhi syarat untuk diterapkan tarif yang diatur di dalam treaty dimaksud.
Dalam situasi demikian, siapa yang dianggap sebagai beneficial owner dari royalti dimaksud. Apabila diterapkan tes yang diusulkan oleh Vogel, dalam situasi tersebut pihak yang dalam posisi untuk menentukan bagaimana suatu aktiva akan digunakan dengan pihak yang menentukan bagaimana hasil dari aktiva tersebut untuk digunakan, adalah berbeda.
Apabila diterapkan prinsip faktor terpenting adalah siapa yang mempunyai kekuatan "control" maka dalam contoh tersebut, trustee yang bersangkutan juga mempunyai "control". Bedanya adalah "control" dimaksud untuk kepentingan pihak lain, yaitu beneficiary.
Jika dilihat dari konteks tax treaty, pertama-tama harus dipastikan apakah suatu "trust" masuk dalam cakupan tax treaty yang bersangkutan.
Analisis tentang masalah ini dapat dilakukan dengan meneliti beberapa pasal dalam tax treaty. Sebagai contoh diambil OECD Model.
Article 1 dari OECD Model mengatur tentang "Persons Covered" yang berbunyi: "This Covention shall apply to persons who are residents of one or both of the Contracting State."
Istilah "person" diatur di Article 3(1)(a), yang berbunyi:
For the purposes of this Convention, unless the context otherwise requires: the term "person" includes an individual, a company and any other body of persons.
Rumusan tersebut masih belum menjelaskan kedudukan suatu "trust". Untuk itu perlu ditelaah ketentuan Article 4, seperti di bawah ini:
"1. For the purpose of this Convention, the term "resident of a Contracting State" means any person who, under the laws of that State, is liable to tax therein by reason of his domicile, residence, place of management or any other criterion of a similar nature, and also includes that State and any political subdivision or local authority thereof. This term, however, does not include any person who is liable to tax in that State in respect only of income from sources in that State or capital situated therein."
Oleh : Rachmanto Surahmat
Tax Partner,
Prasetio,Sarwoko & Sandjaja Consult
0 Response to "Pengertian Beneficial Owner dalam Tax Treaty"
Post a Comment