Isu-isu Kontemporer Akuntansi Syariah - Tujuan-tujuan Akuntansi Keuangan dan Laporan Keuangan

Isu-isu Kontemporer Akuntansi Syariah

Tujuan-tujuan Akuntansi Keuangan dan Laporan Keuangan

Ada dua hal yang menarik dalam hal ini, pertama adalah perbedaan antara tujuan akuntansi keuangan dan tujuan laporan keuangan. Dalam berbagai literatur, banyak penulis yang menyamakan antara keduanya. Mathews & Parera (1996) mengatakan:

Strictly speaking, financial statement cannot have objectives; only those individuals who cause the statement to be produced and who use them can have objectives.

Mathews & Parera (1996) lebih jauh mengatakan:

What are often referred to as the objectives of financial statements are really the functions of financial statements ..

Dengan demikian berangkat dari pemikiran di atas, sebetulnya apa yang menjadi tujuan laporan keuangan, merupakan tujuan dan fungsi akuntansi sendiri. Dalam konteks ini, bilamana kita harus berpijak pada prinsip idealime Islam, maka sesuai dengan hasil kajian tesis Adnan (1996), tujuan akuntansi dapat dibuat dua tingkatan. Pertama, tingkatan ideal, dan kedua tingkatan praktis. Pada tataran ideal, sesuai dengan peran manusia di muka bumi dan hakikat pemiliki segalanya (QS 2:30, 6:165, 3:109, 5:17), maka semestinya yang menjadi tujuan ideal laporan keuangan adalah pertanggungjawaban muamalah kepada Sang Pemilik yang kakiki, Allah SWT. Namun karena sifat Allah Yang Maha Tahu, tujuan ini bisa dipahami dan ditransformasikan dalam bentuk pengamalan apa yang menjadi sunnah dan syariah-Nya. Dengan kata lain, akuntansi harus terutama berfungsi sebagai media penghitungan zakat, karena zakat merupakan bentuk manifestasi kepatuhan seorang hamba atas perintah Sang Empunya.

Tujuan pada tataran pragmatis barulah diarahkan kepada upaya untuk menyediakan informasi kepada stakeholder dalam mengambil keputusan-keputusan ekonomi. Namun sayangnya, apa yang hendak dicapai lewat SFA No. 1 barulah pada tataran ini.

Hal kedua yang menarik dari pembedaan antara objectives of financial accounting dan objectives of financial reports seperti yang dinyatakan dalam Chapter, SFA No. 1 adalah sesuatu yang kabur. Artinya, ketika SFA menjelaskan tujuan-tujuan financial reports, yang disajikan justru tipe informasi yang harus dimuat. Dengan kata lain, kurang lebih sama dengan semacam syarat kualitatif kandungan laporan keuangan. Misalnya, bahwa laporan mengandung informasi tentang kepatuhan bank terhadap syariah dan oleh karenanya harus ada informasi tentang pos-pos non-halal; informasi sumber daya dan kewajiban, termasuk akibat suatu transaksi atau kejadian ekonomi terhadap sumber daya entitas, maupun kewajibannya; informasi yang dapat membantu pihak-pihak tertentu dalam menghitung zakatnya; informasi yang dapat membantu pihak terkait dalam memprediksi aliran kas bank dan seterusnya.

Kerangka Dasar Akuntansi Keuangan

Kerangka dasar akuntansi keuangan versi AAO-IFI dituangkan dalam SFA No. 2. Ini meliputi 9 bab, termasuk pengantar dan pernyataan adopsi oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan AAO-IFI. Tidak seperti halnya akuntansi keuangan konvensional, akuntansi bank syariah menuntut lebih banyak bentuk laporan sebagai berikut:

1. Laporan posisi keuangan
2. Laporan laba rugi
3. Laporan arus kas
4. Laporan laba ditahan
5. Laporan perubahan dalam investasi terbatas
6. Laporan sumber dan penggunaan dana zakat serta dana sosial
7. Laporan sumber dan penggunaan dana dalam qardh

Empat laporan pertama adalah unsure-unsur laporan keuangan yang sudah dikenal selama ini secara konvensional, sedangkan tiga terakhir bersifat khas. Ketiga laporan yang terakhir ini muncul akibat perbedaan peran dan fungsi bank Islam, dibandingkan bank konvensional.

Asumsi Dasar

Bila dibandingkan dengan asumsi dasar yang dipakai oleh Kerangka Dasar Penyusunan Laporan Keuangan yang dipakai di Indonesia dengan menganut kepada apa yang dipakai oleh International Accounting Standards Committee (IASC), maka sedikit terdapat perbedaan . Kalau kerangka dasar akuntansi konvensional secara eksplisit memakai dua asumsi dasar, yakni dasar akrual (accrual basic) dan kelangsungan usaha (going concern), maka asumsi dasar yang dipakai dalam kerangka dasar versi AAO-IFI terdiri dari empat hal, yakni:

1. The accounting unit concept
2. The going concern concept
3. The periodicity concept
4. The stability of purchasing power of the monetary unit

Komparasi kedua konsep dasar di atas, secara tegas menunjukkan bahwa hanya ada satu konsep dasar yang sama-sama diakui oleh kedua model akuntansi yakni konsep going concern. Ironisnya adalah bahwa sebetulnya konsep ini sudah banyak diserang oleh berbagai pakar, misalnya Husband (1954), Sterling (1967), Fremgen (1968), Boris (1991) dan Abdel Magid (1981).

Selain perbedaan dari sisi jumlah item, sebetulnya keempat konsep ini berasal dari pemikiran akuntansi konvensional juga. Tetapi yang lebih penting dicatat sebenarnya bahwa paling tidak dua diantara going concern yang sudah disinggung di atas, banyak kritik oleh pakar, termasuk pakar non-Muslim sendiri. Konsep The stability of purchasing power of the monetary unit juga memiliki kelemahan pada saat perekonomian dalam kondisi krisis, sehingga inflasi menjadi tinggi atau tak terkendali.

Pengakuan dan Pengukuran

Aspek pengakuan memegang peranan penting sebagai kerangka dasar, karena pengakuan merujuk kepada prinsip yang mengatur kapan dicatatnya transaksi pendapatan (revenue), beban (expenses), laba (gain) dan rugi (loss). Pada gilirannya konsep pengakuan akan banyak berperan dalam menentukan aktiva dan passive, serta laba rugi operasi perusahaan. Dalam konteks ini, ada kesan bahwa pada dasarnya AAO-IFI memakai konsep akrual sebagai dasar pengakuan untuk semua transaksi. Ini sejalan dengan kerangka dasar versi IASC yang dianut oleh akuntansi konvensional Indonesia. Namun demikian, kalau kita mengacu kepada praktik beberapa bank syari'ah, ada sejumlah penyimpangan. Misalnya, dasar akrual hanya dipakai untuk pengakuan beban atau expenses, tetapi dasar kas (cash basis) dipakai untuk pengakuan revenue dan/atau income. Argumentasi yang dijadikan landasan atas sikap ini adalah unsur ketidakpastian dan tentu saja konservatisme. Walaupun ini bisa diperdebatkan panjang lebar, konon Dewan Syariah bank Islam di Indonesia sudah memfatwakan kebolehan pilihan ini, dan tampaknya akan dipakai sebagai acuan resmi nantinya.

Aspek pengukuran memegang peranan penting dalam kaitannya dengan peran laporan akuntansi yang harus menyajikan data kuantitatif tentang posisi kekayaan perusahaan dalam suatu waktu tertentu. Yang perlu dipertimbangkan dalam aspek ini adalah atribut apa yang dipakai dalam pengukuran. Aspek pengukuran hampir tidak berbeda bila dibandingkan dengan akuntansi konvensional, karena semua atribut yang akan dijadikan acuan harus mempertimbangkan unsur relevan, reliability, understandability dan comparability.

Karakteristik Kualitatif

Bila dibandingkan antara karakteristik kualitatif yang ada pada SFA buatan AAO-IFI dan karakteristik kualitatif dalam berbagai kerangka dasar akuntansi beberapa negara (AS, Australia, IASC, dsb), tampak ada kesamaan yang sangat menonjol. Kalaupun ada perbedaan, maka lebih kepada penekanan dan urutan priritas belaka. Oleh karena itu, dalam kerangka dasar versi SFA juga ditemukan : relevan (meliputi predictive value, feedback value dan timeliness) reliability (meliputi representational faithfulness, objectivity dan neutrality), comparability, consistency, understanbility.

Yang penting dicatat di sini adalah sejauh yang dapat dilakukan analisis dan pengujian dari perspektif Islam, tidak ada yang keluar dari batas-batas yang dapat diterima, terutama kalau dilihat dari sudut pandang tujuan laporan keuangan, seperti yang dibahas di muka.

Standar Akuntansi Keuangan

Perbedaan mencolok akan tampak kalau dibandingkan antara standar akuntansi untuk perbankan konvensional dan standar akuntansi perbankan Islam. Namun demikian, kalau dilihat lebih jauh, perbedaan ini lebih disebabkan karena perbedaan paradigma dasar dari kedua jenis industri, yang pada gilirannya membawa perbedaan produk dan jasa yang ditawarkan. Konsekuensinya adalah terjadinya perbedaan standar akuntansinya. Contoh dalam industri perbankan Islam dikenal dengan produk musyarakah, mudharabah, murabahah, bai' bi-tsaman ajil, qardul hasan, salam, istishna dan lain sebagainya. Kesemua jenis produk atau jasa ini tidak akan ditemukan operasi dalam bank konvensional.

Karena keunikan produk atau jasa ini pulalah, maka mau tidak mau ada standar yang tidak hanya berbeda, tetapi tidak terdapat dalam standar akuntansi konvensional. Pada tataran tertentu, keunikan ini sekaligus memunculkan perlakuan akuntansi yang unik. Contohnya manakala terjadi transaksi deposito mudharabah oleh nasabah kepada bank Islam. Sekilas orang menyangka bahwa sifat dan bentuk deposito ini sama saja dengan deposito bank konvensional.

Sumber : Homepage Pendidikan Network

0 Response to "Isu-isu Kontemporer Akuntansi Syariah - Tujuan-tujuan Akuntansi Keuangan dan Laporan Keuangan"

Followers