Menuju Good Governance melalui Modernisasi Pajak

Menuju Good Governance melalui Modernisasi Pajak

Sesuai dengan perkembangan kondisi lingkungan dan dunia usaha yang selalu berubah, Ditjen Pajak merasa perlu untuk menyesuaikan dan menyempurnakan struktur organisasinya.

Selama ini struktur organisasi Ditjen Pajak didasarkan pada jenis pajak. Dengan struktur organisasi seperti ini pelaksanaan tugas di lapangan seringkali menimbulkan ketidakefisienan yang mengakibatkan pelayanan dan pengawasan tidak optimal.

Selama empat tahun terakhir, Ditjen Pajak Pajak telah melakukan beberapa reformasi perpajakan dan modernisasi administrasi perpajakan yang mengacu pada cetak biru. Kanwil Ditjen Pajak Wajib Pajak Besar (LTO) dan Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar dibentuk dengan menerapkan sistem administrasi perpajakan modern berlandaskan case management.

Pola dan sistem di LTO itu akan direplikasikan pada seluruh kantor di Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Khusus dan Kanwil Ditjen Pajak Jakarta I, 1 KPP Madya pada Kanwil Jakarta I. Pada Januari 2005, 1 KPP Pratama juga telah dioperasikan dengan sistem yang modern juga.

Di samping pembentukan kantor dan penerapan sistem modern, modernisasi lebih lanjut ditandai dengan penerapan teknologi informasi terkini dalam pelayanan perpajakan (on line payment, e-SPT, e-filling, e-registration dan sistem informasi DJP). Seiring dengan itu, Ditjen Pajak juga melakukan kampanye sadar dan peduli pajak, pengembangan bank data dan Single Identification Number serta langkah-langkah lainnya yang sedang dan terus dikembangkan.

Modernisasi kantor pelayanan pajak menunjukkan hasil yang menggembirakan dan mendapat tanggapan positif dari wajib pajak.

Ke depan, Ditjen Pajak merencanakan mengimplementasikan program modernisasi perpajakan secara komprehensif yang mencakup semua lini operasi organisasi secara nasional.

Program ini dilakukan untuk mencapai empat sasaran utama. Pertama, optimalisasi penerimaan yang berkeadilan yaitu perluasan tax base, minimalisasi tax gap dan stimulus fiskal. Kedua, peningkatan kepatuhan sukarela yaitu melalui pemberian pelayanan prima dan penegakkan hukum yang konsisten. Ketiga, efisiensi administrasi, yaitu penerapan sistem dan administrasi yang handal dan pemanfaatan teknologi tepat guna.

Terakhir, terbentuknya citra yang baik dan kepercayaan masyarakat yang tinggi yaitu kapasitas SDM yang profesional, budaya organisasi yang kondusif dan pelaksanaan good governance.

Ditjen Pajak, sebagai organisasi pemerintah yang terkait dengan seluruh sektor kehidupan masyarakat, menyadari sepenuhnya tanpa improvisasi di bidang teknologi informasi, dinamika bisnis tidak akan mampu diantisipasi. Lebih jelas, pemanfaatan teknologi informasi secara tepat mampu mendukung program transparansi dan keterbukaan, dimana kemungkinan terjadinya KKN, termasuk di dalamnya penyalahgunaan kekuasaan dapat diminimalisasi.

Pengembangan TI Ditjen Pajak dimulai awal 90-an, yaitu dengan penerapan NPCS yang berfungsi untuk mengawasi dan mengevaluasi pembayaran pajak. Pada awal 1994, mulai diperkenalkan Sistem Informasi Perpajakan (SIP) untuk menggantikan NPCS yang berfungsi sebagai sarana pengawasan SPT sekaligus untuk mengawasi dan mengevaluasi pembayaran pajak, serta dapat juga berperan sebagai sarana pendukung pengambilan keputusan. Di bidang PBB diperkenalkan Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP).

Selain itu Ditjen Pajak juga menerapkan aplikasi baru meliputi :

Situs Internet Ditjen Pajak (http://www.pajak.go.id) yang memuat peraturan perpajakan dan informasi perpajakan.

Pengembangan knowledge base di beberapa kanwil yang berisi petunjuk praktis tentang beberapa permasalahan di bidang perpajakan yang dapat dijadikan pedoman oleh fiskus dalam menjawab pertanyaan dari wajib pajak.

Situs Intranet Direktorat Jenderal Pajak yang merupakan sarana komunikasi internal Ditjen Pajak dan sekaligus pintu masuk menuju program aplikasi PK-PM dan MP3.

Program aplikasi PK-PM yang berfungsi untuk menyandingkan Faktur Pajak Masukan PKP Pembeli dengan Faktur Pajak Keluaran PKP Penjual.

Program aplikasi "kriteria seleksi" sebagai sarana pemilihan pemeriksaan pajak berdasarkan tingkat resiko.

Program Aplikasi Monitoring Pelaporan dan Pembayaran Pajak (MP3) yang berfungsi untuk memonitor dan mengawasi penerimaan pajak secara on-line.

Program aplikasi e-registration (e-reg), sistem pendaftaran wajib pajak (memperoleh NPWP) secara online.

Program aplikasi e-filing, sistem menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) secara on-line. Program aplikasi e-SPT yang merupakan sarana bagi wajib pajak untuk dapat menyampaikan SPT melalui media elektronik.

Sistem Informasi Geografis (SIG) yang telah dikembangkan menjadi suatu "smart map" sehingga dapat memuat info rinci yang terkait dengan suatu nomor objek pajak (NOP).

Program terbaru adalah pengembangan Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP) untuk menggantikan SIP. Sistem ini dikembangkan hanya pada kantor yang telah menerapkan administrasi modern.

Dengan jumlah pegawai hampir mencapai 30.000 orang, sumber daya manusia yang dimiliki Ditjen Pajak, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas menempati urutan teratas dibandingkan dengan unit eselon I lainnya di Departemen Keuangan.

Hampir 50% atau 14.073 pegawai berpendidikan di bawah Diploma 3. Dibandingkan dengan 3.000.000 WP terdaftar, luas wilayah geografi, heterogenitas masyarakat dan kompleksitas peraturan perundang-undangan perpajakan, maka beban kerja per pegawai amat berat.

Harus diakui profesionalisme pegawai Ditjen Pajak masih perlu banyak ditingkatkan. Hasil survai dari pihak ketiga yang antara lain dilakukan oleh Hay Group Consultant terhadap pendapat WP menunjukkan Ditjen Pajak mempunyai kelemahan pada SDM, sosialisasi ketentuan, dan distorsi pada pemeriksaan pajak. Kelemahan ini diperkuat dengan banyaknya surat-surat masuk yang memerlukan penegasan lebih lanjut.

Salah satu yang menjadi penyebab kelemahan sumber daya manusia adalah target penerimaan yang merupakan satu pressure tersendiri sehingga mendorong tenaga-tenaga terampil diarahkan ke hal-hal yang bersifat teknis. Akibatnya, fungsi lain yang tidak kalah penting seperti penyuluhan, pemrosesan data, perencanaan pegawai dan penyusunan konsep aturan mengalami banyak kekurangan baik dari sisi jumlah maupun kapasitas sumber daya manusianya.

Oleh : Djazoeli Sadhani
Mantan Sekditjen Pajak



0 Response to "Menuju Good Governance melalui Modernisasi Pajak"

Followers